BOLTIM — Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Sulawesi Utara (Sulut), Firdaus Mokodompit, menyatakan siap melaporkan Irfan Tumembow, seorang pengusaha tambang emas di Desa Lanut, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), atas dugaan pelanggaran perjanjian terkait insiden kecelakaan kerja.
Kasus ini bermula pada 25 April 2024, ketika seorang pekerja tambang bernama Revandi Bikitane (15) mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan patah tulang di kedua kakinya setelah tertimbun material di lokasi tambang 16 hektar di Desa Lanut yang dikelola Irfan Tumembow, lokasi tambang ini diduga tidak memiliki izin operasi.
Setelah kejadian tersebut, Revandi langsung dirawat di salah satu rumah sakit di Manado. Pada saat perawatan berlangsung, Irfan Tumembow dan keluarga korban, Jayanti Paputungan, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
Dalam surat pernyataan, Tumembow berjanji menanggung semua biaya pengobatan dan pemulihan Revandi. Selain itu, pihak keluarga mengizinkan aktivitas tambang tetap berlanjut, dengan sebagian hasil operasional digunakan untuk biaya perawatan korban.
Namun, janji tersebut tidak ditepati. Hingga kini, keluarga korban mengaku tidak lagi menerima bantuan dari Irfan Tumembow. Akibatnya, proses pemulihan Revandi terhenti, dan ia hanya bisa berjalan dengan tongkat karena kedua kakinya belum pulih.
“Banyak langkah medis yang harus dilakukan untuk memulihkan kaki anak saya. Tapi karena tidak ada biaya, kami hanya bisa pasrah. Sekarang Revandi harus menggunakan tongkat, dan kami harus bertahan hidup dengan segala keterbatasan,” ujar Jayanti Paputungan.
Jayanti menambahkan bahwa ia menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada Ketua DPD LAKI Sulut.
“Saya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Kami sangat kesulitan, bahkan untuk makan saja terbatas. Saya percaya Ketua LAKI akan membantu kami mendapatkan keadilan,” ungkapnya.
Firdaus Mokodompit menegaskan pihaknya akan segera mengambil langkah hukum.
“Pekan depan, kami akan membuat laporan resmi dan mengawal kasus ini hingga tuntas. Saya sudah memiliki bukti-bukti berupa surat kesepakatan dan foto-foto yang mendukung,” tegas Firdaus.
Ia juga mengatakan bahwa kejadian ini adalah bentuk pelanggaran hak pekerja dan tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak boleh dibiarkan.
“Kasus ini bukan hanya tentang pelanggaran perjanjian, tetapi juga tentang bagaimana perusahaan tambang harus bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan pekerjanya,” tambahnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, khususnya di wilayah Boltim, mengingat dampak sosial dan ekonomi yang dialami keluarga korban. Masyarakat pun menanti langkah tegas dari aparat hukum untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan hak-hak korban terpenuhi. (**)