BOLTIM — Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Sulawesi Utara (Sulut), Firdaus Mokodompit, resmi menerima kuasa dari Jayanti Paputungan, ibu dari Revandi Bikitane (15), korban kecelakaan tragis akibat aktivitas tambang emas ilegal di Desa Lanut, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Revandi mengalami patah tulang di kedua kakinya setelah tertimpa material tanah yang sedang dikeruk menggunakan alat berat ekskavator milik Irfan Tumembow, pengusaha tambang emas di lokasi 16 hektar yang diduga tidak memiliki izin resmi. Peristiwa memilukan ini terjadi pada 25 April 2024.
Setelah kejadian, pihak keluarga korban dan Irfan Tumembow membuat perjanjian tertulis yang mencakup dua poin penting.
Irfan berjanji untuk menanggung biaya pengobatan dan pemulihan Revandi (poin pertama) serta diizinkan untuk melanjutkan aktivitas tambang emas dengan alasan sebagian hasilnya akan digunakan untuk keperluan pengobatan (poin kedua).
Namun, janji tersebut tak sepenuhnya ditepati.
“Selama Revandi dirawat di rumah sakit, pengobatan menggunakan BPJS milik kami, dengan total biaya mencapai Rp47 juta. Pak Irfan sulit dihubungi, dan kami harus menanggung beban hidup sehari-hari sendiri,” ujar Jayanti Paputungan.
Hingga kini, Revandi, yang telah keluar dari rumah sakit, masih menggunakan tongkat akibat cacat permanen di kedua kakinya. Janji Irfan Tumembow untuk membantu pemulihan korban hanya sebatas kata-kata.
Pada Minggu (19/1/2025), Ketua DPD LAKI Sulut, Firdaus Mokodompit, mengunjungi keluarga korban di rumah sederhana mereka di Desa Lanut. Jayanti, dengan air mata berlinang, menyerahkan kuasa penuh kepada Firdaus untuk memperjuangkan hak putranya.
“Tolong bantu kami, Pak. Revandi sudah cacat dan masa depannya hancur,” ucap Jayanti penuh harap.
Kakek dan nenek Revandi turut menyuarakan keluhan mereka. “Kami serahkan semuanya agar cucu kami mendapat hak yang seharusnya. Jangan lari dari tanggung jawab, Pak Irfan,” tegas mereka.
Firdaus Mokodompit menegaskan bahwa kasus ini tidak hanya soal ingkar janji, tetapi juga menyangkut masa depan korban yang kini hidup dengan cacat permanen.
“Hak-hak Revandi harus diberikan sesuai dengan undang-undang. Jika lokasi tambang tersebut resmi, maka pekerja seharusnya dilengkapi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari BPJS. Namun, karena tambang ini diduga ilegal, tanggung jawab penuh ada pada pemiliknya,” jelas Firdaus.
Menurutnya, setiap pekerja yang memiliki JKK BPJS berhak mendapatkan berbagai manfaat, mulai dari biaya perawatan, santunan sementara tidak mampu bekerja, hingga rehabilitasi alat bantu.
“Karena tambang ini diduga tak berizin, maka pekerja tidak dilindungi JKK BPJS, dan pemilik tambang harus bertanggung jawab. Jika tidak, ada konsekuensi pidana yang menanti,” tegas Firdaus.
Firdaus juga mengatakan masih membuka peluang untuk itikad baik dari Irfan Tumembow sebelum membawa kasus ini ke ranah hukum. “Kami akan terus mengawal kasus ini sampai hak-hak korban dipenuhi,” tutup Firdaus Mokodompit.
Kehadiran LAKI Sulut menjadi secercah harapan bagi keluarga Revandi. Di tengah keterbatasan ekonomi dan penderitaan akibat musibah yang dialami, mereka berharap keadilan dapat ditegakkan dan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya. (**)