KOTAMOBAGU – Dugaan kasus pemerasan terhadap kepala desa di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) yang menyeret oknum Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Abdulsalam Bonde, kembali mencuat.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu resmi membuka kembali penyidikan kasus yang sempat viral tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa, 11 Maret 2025, Kepala Kejari Kotamobagu, Elwin Agustian Khahar, SH, MH, menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum terhadap tersangka.
“Kasus dugaan pemerasan ini dibuka kembali dengan dua alat bukti yang cukup. Dan malam ini, Kejaksaan Negeri Kotamobagu telah melakukan penahanan terhadap inisial AB alias Abdul,” tegas Kajari.
Lebih lanjut, Kajari menjelaskan bahwa sebelumnya penyidik kejaksaan telah tiga kali melayangkan panggilan kepada AB, namun yang bersangkutan tidak mengindahkan dengan alasan yang tidak jelas.
Oleh karena itu, pada Selasa pagi, tim penyidik melakukan upaya penjemputan paksa terhadap AB di Kantor Pemda Bolmong di Lolak.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan ekspos perkara, kami menetapkan AB sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemerasan terhadap para Sangadi (kepala desa) di wilayah Bolaang Mongondow. Namun, pemeriksaan sebagai tersangka dihentikan sementara karena yang bersangkutan meminta didampingi kuasa hukumnya. Pemeriksaan akan dilanjutkan pada Rabu, 12 Maret 2025,” ungkap Kajari.
Kajari juga menegaskan bahwa kasus ini harus dinilai secara objektif oleh masyarakat, karena pihaknya bekerja berdasarkan penegakan hukum tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun.
“Perkara ini memang pernah diuji dalam Praperadilan (Praper), dan saat itu hakim tunggal menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak sah. Namun, dalam putusan tersebut disebutkan bahwa penyidikan dapat dilakukan kembali apabila ada bukti baru. Kini, kami telah menemukan bukti tersebut, sehingga kami melanjutkan penyidikan dan menetapkan kembali AB sebagai tersangka. Malam ini, kami resmi menahan tersangka selama 20 hari ke depan,” jelas Kajari.
Saat ditanya apakah ada perbedaan dengan perkara sebelumnya, Kajari menyatakan bahwa substansinya hampir sama, namun kali ini penyidik telah memenuhi persyaratan minimal dua alat bukti.
“Sebelumnya, hakim menyatakan bahwa bukti surat berupa SK (Surat Keputusan) baru kami dapatkan setelah penetapan tersangka. Kini, SK tersebut kami peroleh sebelum penetapan tersangka, sehingga bukti yang kami miliki sudah lebih dari dua alat bukti,” imbuhnya.
Kajari juga menegaskan bahwa tim penyidik telah siap dan saat ini tengah melakukan proses pemberkasan untuk persiapan pelimpahan perkara ke pengadilan.
Sebagai informasi, kasus ini pertama kali mencuat pada Desember 2024 ketika Kejaksaan Negeri Kotamobagu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap AB di kompleks Alun-Alun Boki Hontinimbang, Kotamobagu. Namun, saat itu AB berhasil lolos dari jerat hukum setelah mengajukan Praperadilan dan dinyatakan bebas karena kurangnya alat bukti.
Namun kini, dengan ditemukannya alat bukti baru, Kejaksaan memastikan bahwa penyidikan dapat kembali dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Kejaksaan juga menegaskan bahwa putusan Praperadilan bukanlah final dan penyelidikan tetap dapat dilakukan apabila ditemukan bukti yang cukup.
Masyarakat kini menanti kelanjutan kasus ini, apakah akan berujung pada vonis bersalah atau justru kembali mengundang polemik hukum di Bolaang Mongondow. (**)





