Suarasulut.com – Tim kuasa hukum Abdussalam Bonde (AB) meyakini penetapan tersangka pelaku tindak pidana korupsi bukan kewenangan Kejaksaan Negeri Kotamobagu.
Hal tersebut disampaikan Jein Djauhari, SH, MH, bahwa perbuatan klainnya bukan tindak pidana korupsi sehingga dalam perkara ini kejaksaan Negeri Kotamobagu tidak berwenang menetapkan AB sebagai tersangka.
“Menurut kami ini perbuatan tidak pidana umum sehingga kejaksaan tidak berwenang melakukan proses penyidikan,” katanya saat menggelar konferensi pers di Cafe Log In, Selasa, 7 Januari 2025.
Jein Djauhari didampingi tiga kuasa hukum Rudy Satria Mandala Bunout SH, Suharianto Yahya SH, Farid Masdar SH menjelaskan, ada dua jenis penangkapan menurut pasal 18 KUHP yakni penangkapan yang dilakukan disertai dengan Surat Perintah Penangkapan (Pasal 18 ayat 1 dan 3 KUHP). Dan penangkapan tanpa surat perintah penangkapan yang disebut dengan tertangkap tangan (Pasal 18 ayat 2 KUHP).
Perkara operasi tangkap tangan (OTT) ini agak keliru karena terkesan dipaksakan menjadi tindak pidana korupsi padahal bukan kewenangan Kejaksaan.
Dalam perkara OTT ini Kejaksaan Kotamabagu menerbitkan surat perintah penangkapan maka dapat dipastikan bahwa perkara merupakan upaya penangkapan biasa bukan perkara tindak pidana korupsi.
“Prosedur upaya paksa penangkapan terlebih dahulu melalui prosedur penyelidikan awal terhadap klein kami kecuali jika telah dipanggil tiga kali tidak hadir maka penyidik mengeluarkan surat penangkapan sebagai upaya pemeriksaan,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 21/PUU-XII/2014 “bukti permulaan” frasa “Bukti permulaan yang cukup” dan Bukti yang cukup” dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat 1 KUHP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dipakai sebagai minimal dua alat bukti sesuai dengan pasal 184 KUHP.
“Kami ragu dua alat bukti termohon (kejaksaan Kotamobagu) tidak terpenuhi dalam hal menetapkan klien kami sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf (b), atau huruf (e) undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi kepada klien kami,” pungkasnya.